PINDE RUME CARE BETAWI

PINDE RUME CARE BETAWI
Oleh : Yahya Andi Saputra

Pindah rumah bagi orang Betawi memiliki arti khusus dan strategis. Rumah bukan hanya berfungsi sebagai tempat berlindung dari gempuran musim yang tidak ramah, namun lebih dari itu, rumah adalah tempat menyemai benih menciptakan generasi mendatang yang kokoh lahir batin.

Itulah sebabnya pinde rume ini kudu disiapin semateng-matengnye. Persiapan itu membutuhkan tersedianya dana dan melibatkan seluruh tetangga, tokoh masyarakat, alim ulama, grup kesenian, bahkan pawang hujan.

Alkisah diceritakan keluarga Mugeni akan pindah rumah. Mugeni termasuk salah seorang yang dihormati di lingkungannya. Mengetahui Mugeni bakal pindah rumah, banyak tetangga berdatangan membantu mengepak barang-barang yang bakal dibawa ke rumah baru. Mugeni gembira.

Pas hari yang ditentuin, pada pagi hari, Mugeni siap pinde rume. Sebagaimana layaknya orang pinde rume, semua persiapannya diatur sedemikian rupa, antara lain:

1. Pembawa acara mengatur kegiatan tahap demi tahap.

2. Semua perlengkapan pinde rume dikeluarkan dari dalemrume.

3. Disaksikan oleh tamu dan undangan lainnya, Mugeni mengambil tanah dari halaman rumah lama dan    dibungkusdengan kain putih. Bagi orang Betawi tanah punya arti amat penting, karena di dalam tanah di dekat cericipan atau di bawah tempat tidur ditanam ari-ari dari anak yang dilahirkan. Itulah yang mengikat orang Betawi tehadap tanahnya. Artinya, orang Betawi amat sangat menjaga keseimbangan antara manusia dan alam raya. Ini juga bermakna bahwa menjaga kelestarian lingkungan menjadi tugas utama yang harus terus-menerus dipelihara secara turun-temurun. Jika tugas utama itu tak dilaksanakan, ia akan mendapat balasan ghaib atau musibah di kemudian hari, yang jenis musibahnya tak dapat diantisipasi sebelumnya. Misalnya, terjadi lindu (gempa bumi) atau kesuburan tanah menyusut sedikit demi sedikit sehingga akhirnya kering kerontang.

4. Mugeni berpamitan dan minta maaf kepada semua tetangganya. Pamitan dan minta maaf itu dilakukan saat pidato.

5. Selesai berpidato pamit dan minta maaf, Mugeni dan keluarganya bersalaman kepada tetangga, handai taulan, dan tamu yang hadir.

6. Selesai salaman, Mugeni dan keluarganya berdiri di depan rumahnya. Perlengkapan seperti disebut nomor dua berada di serkitar keluarga Mugeni.

7. Dikumandangkan pembacaan shalawat dustur, biasanya dibaca oleh guru ngaji atau qori yang diminta.

8. Setelah pembacaan shalawat, Mugeni membaca Bismillah tiga kali. Begini: Bismillahirrahmanirrahiem. Bismillahi tawakkaltu ‘alallohi, laa haula walaaquwwata illa billaahil ‘aliyyil adziem. Setelah itu mugeni meninggalkan rumah lama diiringi shalawat dan rebana ketimpring. Alat-alat rumah tangga yang dibawa, seperti disebut di atas nomor 2 adalah :

1. Tanah. Tanah ini yang sebelumnya diambil Mugeni dan dibungkus kain putih diletakkan di nampan, keranjang, atau sejenisnya. Bagi orang Betawi tanah punya arti amat penting, karena di dalam tanah di dekat cericipan atau di bawah tempat tidur ditanam ari-ari dari anak yang dilahirkan.

2. Pendaringan. Bagi orang Betawi pendaringan amat penting artinya meski bukan yang utama. Pendaringan digunakan untuk menyimpan beras. Dulu orang Betawi punya pantangan untuk melihat atau melongok langsung ke dalam pendaringan, meski maksudnya baik yaitu untuk memastikan apakan beras masih cukup untuk tiga hari atau tidak. Sebab jika sering dilongok, isi pendaringan cepet abis.

3. Lampu gembreng atau jenis lampu lain yang fungsoinya memberi penerangan. Lampu ini digunakan untuk memberikan penerangan di tempat gelap. Orang Betawi sebagian besar sangat agamis. Lampu gembreng ditamsilkan sebagai penerangan hati dalam mempelajari segala macam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama. Dengan mempelajari agama Islam, orang Betawi dapat menyeimbangkan hidupnya, sehingga tidak kehilangan pegangan atau salah langkah dalam kehidupan.

4. Tempayan, kendi, teko berisi air. Air adalah lambang kehidupan bagi makhluk yang ada di alam ini. Dulu orang Betawi meletakkan tempayan atau kendi di depan rumahnya. Maksudnya disediakan untuk musyafir yang lewat agar bisa minum atau sekadar mencuci muka atau kakinya. Orang Betawi tidak mau melihat orang lain kehausan. Ini juga tanda kepedulian kepada sesama. Orang Betawi selalu gairah dan optimis tapi juga tidak sombong dalam menjalani kehidupan ini, seperti halnya sifat air yang mengalir tanpa henti membasahi tempat-tempat yang lebih rendah.

5. Bumbu dapur lengkap. Hidup diumpamakan seperti rasa bumbu dapur; ada asem, asin, manis, pahit, pedes dan sebagainya. Dengan bumbu dapur orang Betawi memandang dirinya sebagai orang yang mandiri. Dia juga menyadari tidak hidup sendirian, tapi beraneka ragam suku bangsa seperti layaknya keragaman bumbu dapur.

6. Kaca. Ini melambangkan kerendahan hati orang Betawi. Dimanapun berada orang Betawi mampu menempatkan dirinya pada posisinya yang tidak bersinggungan dengan orang
 ain. Sebelum mengeritik orang dia terlebih dahulu melihat atau ngaca siapa dirinya sebenarnya. Berkaca dan berkacalah sebelum salah melangkah. Itulah makna filosofisnya.

7. Tempat tidur atau kasur. Ini memberikan gambaran bahwa rumah yang baru memang telah sempurna, sehingga ia memberikan perlindungan yang dibutuhkan.

8. Tempat sirih lengkap. Ini juga tidak kalah pentingnya dengan barang lain. Di tempat sirih disimpan daun sirih, kapur sirih, gambir, tembako, kapol, dan lain-lain. Sirih lengkap bukan hanya untuk dimakan tapi sangat penting untuk pengobatan berbagai macam penyakit.

9. Pohon. Beberapa jenis pohon dari rumah lama dibawa, seperti pohon yang ada dalam pot. Artinya, orang Betawi amat sangat menjaga keseimbangan antara manusia dan alam raya. Ini juga bermakna bahwa menjaga kelestarian ingkungan menjadi tugas utama yang harus terus-menerus dipelihara secara turun-temurun.

10. Bakul, keranjang, pacul, parang. Sesampainya di rumah baru, Mugeni langsung menebarkan tanah ke sekeliling rumah sambil membaca bismillah. Bacaan lengkapnya begini: Bismillahirrahmanirrahiem. Bismillahi allahu akbar. Bismillahi allahu akbar. Bismillahi allahu akbar. Ini maksudnya supaya atmosfir rumah dan tanah rumah yang lama (rumah yang ditinggalkan) tetap terpelihara di rumah yang baru. Ini artinya juga agar seluruh anggota keluarga betah mendiami rumah baru sebagaimana mereka betah tinggal di rumah lama. Diharapkan kebiasaan baik yang dilakukan di rumah lama seperti membaca Qur’an, shalat berjamaah, ikut terbawa ke dalam rumah baru dan harus lebih ditingkatkan lagi. Semua barang yang dibawa dimasukkan ke dalam rumah dan langsung diletakkan di tempatnya masing-masing. Sorenya, Mugeni mengundang tetangga dan tokoh masyarakat di lingkungan rumah baru untuk mengadakan selametan pinde rume. Susunannya sebagai berikut:

1. Pembukaan.

2. Pidato tuan rumah yang intinya memperkenalkan diri dan memohon agar diterima menjadi warga baru di lingkungan baru.

3. Pembacaan Surat Al-Baqarah.

4. Pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW.

5. Tahlilan atau merowahan.

6. Ceramah agama.

7. Doa penutup.

8. Acara merowahan ini diakhiri dengan makan bersama. Biasanya disediakan nasi kebuli atau nasi uduk dan kue-kue Betawi asli.

9. Ketika tetamu pulang diberikan bungkusan nasi berkat.

Sumber : www.kampungbetawi.com

Comments